Minggu, 08 November 2015

[Remake Novel] Perjanjian Hati -Chapter 1-

P E R J A N J I A N  H A T I
.
.
.
Original Novel by:
-Santhy Agatha-
.
Copyright© Maret 2013 by:
-Santhy Agatha-
.
Remake Novel by:
araaassi
.
.
.


---***---
“Tak pernahkah kau mengerti?
Hatiku ini sudah ada dalam genggamanmu
Lalu kau buang begitu saja.
Begitu saja....”
---***---


1


Bahagianya ketika jatuh cinta.

                Ify tersenyum sambil membaringkan tubuhnya di kamar sepulang kuliahnya. Alvin baru saja mengantarnya pulang, tadi  mereka menghabiskan waktu  bersama sepulang kuliah, berburu buku-buku lama, menonton dan menikmati es krim sebagai penutupnya. Oh astaga. Hari ini sangat menyenangkan baginya. Meskipun Alvin tampak agak aneh dan murung tadi, tetapi Alvin bilang dia hanya sedang tak enak  badan  dan  berjanji  bahwa  sepulangnya nanti  dia  akan langsung beristirahat agar kondisinya pulih.
                Ify mencintai Alvin, sangat cinta. Mereka menjadi dekat begitu saja seolah sudah ditakdirkan untuk bersama. Dan Ify  tidak pernah menyangka mereka bisa seserius ini. Dulu dia menyangka Alvin sombong karena berasal dari keluarga kaya, tetapi ternyata tidak. Lelaki itu yang menyapanya duluan, bahkan sangat baik dan ketika pertama kali ke rumah Ify, tidak ada sikap mencemooh atau pun menghina rumah mungil itu. Status Ify yang berasal dari keluarga sederhana tampaknya tidak masalah bagi Alvin.
                Mereka sudah merajut impian untuk masa depan. Menikah dan punya anak, lalu berbahagia untuk selamanya. Bahkan Alvin sudah menunjukkan keseriusannya dengan mengajaknya ke rumahnya, bertemu dengan ibunya.
                Meskipun sikap ibunya tidak bisa dikatakan ramah... Ify mengernyit, teringat betapa malunya dia ketika Ibu Alvin menolak untuk membala  jabatan tangannya.

Setidaknya Alvin bilang bahwa ibunya memang galak kepada siapa saja, bukan hanya kepadanya.
                Ponselnya berkedip-kedip. Ify segera mengangkatnya  begitu  melihat  nama  Alvin  di  layar ponselnya, “Iya Alvin?”
                “Aku baru saja sampai rumah.” Suara Alvin di seberang sana nampak berbeda, membuat Ify bergumam dengan cemas.
                “Kau tampaknya sakit... Syukurlah kau sudah sampai rumah... Istirahatlah ya, supaya besok kondisimu membaik.”

                Hening... Seolah Alvin sedang mencari kata-kata.

                “Ify…?” Alvin bergumam ragu. “Ya Alvin?”
                “Bisakah besok kita bertemu di taman yang biasa? Besok aku tidak bisa datang kuliah, tetapi aku akan menunggumu di sana di sore hari. Kau menyusul ke sana ya.”

                Taman  tempat  mereka  biasa  bertemu  itu  terletak dekat dari kampusnya, Ify hanya perlu berjalan ke sana. Dia tersenyum sambil membayangkan bahwa mungkin Alvin punya rencana romantis untuknya, “Iya Alvin, aku akan datang besok.”
                “Oke.” dan telepon pun ditutup di seberang sana. Membuat Ify mengerutkan keningnya atas penutup yang dingin dari Alvin, biasanya mereka mengakhiri percakapan dengan kata-kata cinta yang lembut. Tetapi kemudian dia menghela napas, Alvin kan sedang sakit, jadi wajar saja kalau sikapnya terasa berbeda...

♥♥♥

                Ify menangis, sungguh-sungguh menangis mendengarkan alunan lagu itu dari pemutar musik miliknya. Hujan turun dengan derasnya di luar, tetapi sederas apapun hujan itu, tak akan bisa mengalahkan derasnya darah yang mengalir dari hatinya yang remuk redam, dihancurkan begitu saja oleh kekasihnya, tanpa ampun.
                Ingatannya melayang pada kejadian tadi sore yang berhujan, saat itu hanya ada dia dan Alvin, kekasihnya.

                "Kita sudah tidak boleh bertemu lagi."

                Ify  mengernyit  dan  mendongak  menatap  Alvin yang lebih tinggi darinya, "Apa maksudmu?" dia benar-benar terkejut mendengar kata-kata Alvin itu. Tadi dia datang menemui Alvin dengan senyum dan bahagia, mengira bahwa dia akan mendapatkan kejutan romantis dari kekasihnya. Dia memang mendapatkan kejutan. Tetapi ini bukan kejutan romantis.

                "Aku sudah tidak bisa menemuimu lagi Ify, maaf."
                "Kenapa Alvin?" Ify  mulai  gemetaran, menyadari bahwa semua ini benar-benar nyata.
                "Kau tahu kenapa, aku sudah tidak kuat dengan desakan ibuku dan sebagainya, dia  tidak menyukaimu... Kau tahu dia kolot, dia berdarah biru dan dia ingin aku mendapatkan pasangan yang sederajat...” Alvin menelan ludah, menatap Ify dengan menyesal, “Maafkan aku Ify, aku menerima pertunangan dengan Pricilla. Selamat tinggal.”

                Hanya seperti itu, tanpa penjelasan apa-apa, tanpa pelukan perpisahan dan Alvin pergi meninggalkan Ify dengan hati hancur.


Dua Tahun Kemudian.

♥♥♥

                Suara bel di taman kanak-kanak yang indah itu berbunyi. Ify segera mengatur agar semua murid-muridnya duduk dengan rapi dan berdoa. Sangat susah mengatur anak-anak TK yang  begitu  aktif  dan  tak  bisa  duduk diam itu,  tetapi Ify senang, karena mereka adalah sekumpulan bocah tanpa dosa, yang penuh rasa ingin tahu dan kegembiraan murni dalam memandang dunia.
                Selesai berdoa, anak-anak berjalan dengan rapi menyalami Ify, lalu berhamburan menuju orang tua masing- masing yang sudah menunggu di luar. Ify merapikan tas-nya ketika ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya.

                "Selamat siang ibu guru, jemputan sudah datang."
Ify tersenyum, menatap laki-laki yang berdiri di pintu ruang kelasnya dengan tatapan jahilnya,   "Selamat siang juga, apa yang kau lakukan di sini siang-siang Deva?" sambil meraih tasnya,  Ify menghampiri  sang   adik yang telah tumbuh dewasa menjadi lelaki yang begitu tampan.
                "Aku tidak sengaja lewat sini sepulang mengantar teman kampus dan menyadari bahwa aku lewat taman kanak- kanak tempat kakak mengajar, jadi kupikir ada  baiknya aku menjemput kakak daripada kakak harus naik angkot."
                "Naik angkot sebenarnya juga tidak apa-apa.” Ify berjalan menuju parkiran, diiringi oleh Deva dan menghampiri mobil tua warna hitam, warisan dari almarhum ayah mereka yang sekarang dipakai oleh Deva ke kampusnya.

                Mereka   masuk dan Deva menjalankan mobilnya keluar dari halaman Taman kanak-kanak itu.

                "Aku ingin minta bantuan kakak." Deva mengernyitkan keningnya sambil menatap ke arah jalanan yang ramai.
                "Bantuan apa?"
                "Tentang Keke."

                Ify ingat tentang Keke. Perempuan itu adalah teman kuliah Deva yang pernah diajak Deva ke rumah beberapa hari yang lalu. Keke adalah perempuan cantik dan tentu saja anak dari orang kaya, pikir Ify pahit, berusaha menahan goncangan masa lalu yang tiba-tiba menusuknya. Tentu saja dia anak orang kaya, Keke datang ke rumah mereka dengan mengendarai mobil sport keluaran terbaru yang harganya mungkin saja mencapai sepuluh kali lipat harga jual rumah mungil keluarga Ify.
               
                "Kenapa dengan Keke?" batin Nessa berteriak, dia sebenarnya tidak ingin Deva berdekatan dengan Keke. Orang kaya selalu memandang rendah orang miskin. Itu fakta, itu pula yang dilakukan keluarga Alvin kepadanya dulu.                 Ify hanya tidak mau Deva mengalami kekecewaan seperti dirinya sesudahnya. Tetapi semua larangannya tertahan, dia tak tega mengatakan semua itu kepada adiknya yang sekarang sedang berbinar-binar matanya, mabuk kepayang kepada perempuan impiannya.

                "Keke dan aku,  kami saling mencintai dan berniat menjalin hubungan serius."
                Deva mendesah, "Tetapi ada masalah dengan keluarganya.”

                Ify mengernyit. Pasti akan selalu ada masalah, ketika keluarga kaya menemukan anaknya berpacaran dengan keluarga miskin, pasti akan selalu ada masalah.

                "Keluarganya mengundang kita dalam sebuah makan malam mewah di rumah mereka, pesta itu diadakan oleh kakak Keke, seorang pengusaha yang kaya  raya... Kakaknya, ingin bertemu  denganku  dan  aku...  Aku  agak  ngeri  karena  desas desus yang berkembang, kakaknya itu sangat kejam dan jahat." Deva  menatap  Ify dengan  tatapan  memohonnya,  yang selalu berhasil digunakannya untuk meluluhkan hati kakaknya, "Kau mau menemaniku ke pesta itu kan ya?"
                "Kenapa harus denganku?" Ify merengut, mencoba berkelit.
                "Karena kakaknya ingin bertemu dengan salah satu keluarga   kita, kau kakakku satu-satunya,   aku kan tidak mungkin mengajak ibu, penyakit rematiknya parah dan tidak bisa keluar malam."
                "Apa  yang  ingin  dilakukan  kakak  Keke?  Kenapa  dia ingin   bertemu   dengan   salah   satu   keluarga kita?" Ify menerka-nerka dan sebuah pikiran pahit berkecamuk di benaknya,  jangan-jangan si  kakak  itu  ingin  mencemooh dan menghina mereka di pesta itu?
                "Yah... Aku adalah pacar Keke, kakaknya itu sangat protektif kepada Keke, mengingat sebelum-sebelumnya banyak lelaki yang mendekati Keke demi mengincar harta keluarga mereka, aku maklum kalau kakaknya ingin mengenal kita dan memastikan aku baik untuk Keke."

                Tentu saja Deva baik untuk Keke. Ify mengernyit, dialah yang akan maju pertama kali kalau ada yang meragukan kebaikan hati Deva. Mereka berdua adalah anak yang dibesarkan dari seorang ibu yang berjuang seorang diri karena suaminya telah meninggalkannya dengan dua anak yang masih kecil.      Ibunya berjualan kue basah dan menitipkannya ke warung-warung.
                Ify masih ingat ketika dia dan Deva sepulang dari sekolah dasar membantu sang ibu menarik wadah-wadah titipan dari warung-warung tersebut sambil berjalan kaki.
                Dan hidup dengan keprihatinan dan kesederhanaan telah membuat Ify dan Deva tumbuh menjadi pribadi yang bersahaja,   mereka   membantu   sang   ibu   dengan   bekerja sambilan untuk membiayai pendidikan. Akhirnya setelah Ify lulus dan menjadi guru sebuah TK, Deva mendapatkan beasiswa di sekolah teknik ternama di kotanya, dan kepandaiannya membuatnya mempunyai masa depan yang cukup cerah. Kepandaian otaknya, ketampanan fisiknya dan kebaikan hati eva membuat            Ify yakin bahwa adiknya adalah pasangan paling sempurna bagi siapapun.

♥♥♥

                "Selamat datang." Keke menyambut Deva dan Ify dengan bahagia di pintu, pipinya bersemu merah dan matanya berbinar ketika melihat Deva. Ify mengamatinya dan mau tak mau tersenyum. Bagaimanapun   juga,  Keke  benar-benar tampak seperti perempuan yang baik dan sungguh-sungguh mencintai Ervan.
                "Terima kasih kak Ify mau menemani Deva kemari,” dengan sopan dan ramah, Keke menyalami Ify.
                "Mari silahkan masuk, pestanya sudah dimulai."

                Pesta itu benar-benar pesta mewah yang elegan, yang memang  diperuntukkan  untuk  kelas  atas.  Semuanya berpakaian indah dan syukurlah meski tidak mahal gaun hitam Ify yang sederhana tampak begitu cantik dipakainya.

                "Sendirian di sini?" seorang lelaki tiba-tiba sudah ada di sebelahnya dan menyapanya.
Ify menoleh dan menemukan lelaki paling tampan yang pernah dilihatnya. Dengan rambut disisir rapi, dagu yang sudah  dicukur  bersih,  dan  pakaian  yang  sepertinya  dijahit khusus untuknya, lelaki muda itu tampak seperti pangeran dari negeri dongeng.
                "Tidak... Saya bersama pasangan saya." tiba-tiba Ify merasa gugup. Penampilan lelaki itu dan aura yang dibawanya entah  kenapa  membuatnya merasa  gugup  dan  tiba-tiba  saja ingin melarikan diri.
                "Oh? Benarkah? Sepertinya aku tidak melihatnya." lelaki itu menatap ke arah Ify tajam meskipun bibirnya tersenyum, "Sungguh pasangan anda orang yang sangat ceroboh membiarkan perempuan cantik sendirian di sini."

                Ify mengernyitkan keningnya, "Maaf... Saya akan mencari pasangan saya."

                Dengan  buru-buru  Ify  membalikkan badannya  dan mencoba pergi, aura lelaki membuatnya gelisah tidak tertahankan lagi, cara lelaki itu menatapnya bagaikan harimau mengincar mangsanya.

                "Ify?"

                Ify langsung  tertegun  mendengar  suara  itu,  suara yang dikenalnya, suara dari masa lalunya yang sudah bertahun- tahun berusaha dilupakannya. Suara Alvin.
                Dengan gugup didongakkannya kepalanya, dan tertegun, itu  memang benar Alvin yang sama, hanya sekarang lebih tampan, lebih dewasa. Dan hati Ify luar biasa sakitnya mengingat   kenangan   itu.   Ketika  Alvin  meninggalkannya begitu saja tanpa penjelasan apa-apa, karena dorongan keluarganya.
                Ify ingat sekali ketika itu ibu Alvin, seorang nyonya besar yang kaya raya tidak menyetujui hubungan Ify dengan Alvin, karena Ify hanyalah perempuan biasa, dari keluarga biasa, apalagi ibu Alvin sudah menyiapkan calon untuk Alvin, anak dari temannya, keturunan ningrat yang saat itu sedang   menyelesaikan   magisternya di Australia, bernama Pricilla.

                "Hai Alvin, apa kabar?" suara Ify terdengar lemah, terlalu terkejut.

                Alvin tersenyum miris. "Kabar baik Ify, kau sendiri? Bagaimana kabarmu?"

                "Aku baik." tiba-tiba saja Ify ingin menangis, kenapa dia harus bertemu Alvin di sini? Alvin adalah satu-satunya lelaki yang tidak ingin ditemuinya di dunia ini, "Dimana Pricilla?" tanya Ify mencoba tegar.
                "Ah, Pricilla..." Alvin tampak salah tingkah, "Dia ada di sana, sedang berbicara dengan temannya, eh… Kami sudah bertunangan, tanggal pernikahan kami ditentukan 2 bulan lagi, segera setelah Pricilla mengurus kepindahannya dari Australia, aku harap kau mau datang."

                Bagaimana mungkin Alvin tega mengucapkan kalimat menyakitkan   itu   tanpa   rasa   bersalah   sedikit   pun?   Tidak ingatkah  dia  betapa  dia  telah  menyakiti  hati  Ify  dengan begitu kejam, meninggalkannya tanpa perasaan? Membuat Ify akhirnya tidak bisa mencintai lelaki lain...

                "Aku... Aku tidak bisa berjanji... Aku..."
                "Alvin, teman-temanku ingin berbicara denganmu, dear." perempuan cantik itu tiba-tiba datang dan mengglayuti lengan Alvin dengan manja, dia lalu menatap Nessa dan mengangkat alisnya, "Eh... Siapa ini?"

                Alvin tampak gugup dan menelan ludah. "Ini Ify, teman kuliahku dulu, kami sudah lama tak bertemu dan kebetulan bertemu di sini."

                "Oh.” Pricilla menatap Ify dari kepala sampai kaki dengan pandangan meremehkan, "Aku pernah dengar dari ibumu kalau kau dulu pernah punya kekasih bernama Ify yang  kau  tinggalkan, hmmmm...."  Pricilla  tersenyum mencemooh, "Pantas saja kalau begitu, dia tidak selevel dengan kita, bukan begitu dear?"

                Alvin tampak kehilangan kata-kata sedangkan Ify berdiri dengan muka merah padam atas penghinaan terang- terangan yang diucapkan dengan lantang tersebut.
                Sebelum mereka dapat berkata-kata, sosok pria tampan yang tadi menyapa Ify tiba-tiba melangkah mendekat dan mengamit lengan Ify dengan mesra. "Kau tidak mengenalkan mereka kepadaku, sayang?"

                Ify mendongak, mengernyitkan alisnya sambil menatap lelaki tak dikenal itu, apa katanya tadi?
                Tetapi kemudian perhatiannya teralihkan oleh wajah Pricilla dan Alvin dan memucat, "Kau mengenal Tuan Gabriel, Ify?" tanya Alvin seolah tak percaya.

                Pria bernama Gabriel itu semakin mendekatkan tubuhnya pada  tubuh Ify, "Tentu saja, Ify adalah kekasihku, dan sepertinya kalian mengenalku ya?"

                "Keluarga kami menjalin hubungan bisnis dengan anda Tuan Gabriel." kali ini Pricilla yang menyahut sambil tersenyum manis, "Sungguh suatu kehormatan bisa bertemu dan bercakap- cakap langsung dengan anda di sini."

                Gabriel ganti menatap Pricilla dengan pandangan mencemooh, "Hmmm... Kehormatan bagimu juga mungkin bisa berbicara dengan kekasihku yang luar biasa ini." lalu Gabriel tersenyum pada Ify, tidak mempedulikan muka Pricilla yang memerah karena jawaban kasarnya itu, "Ayo sayang kita pergi, masih banyak tamu-tamu penting yang harus kita temui."

                Kemudian Gabriel membalikkan tubuh Ify, membawanya dalam gandengan lengannya, meninggalkan Alvin dan Pricilla yang berdiri dengan terhina di sana.

♥♥♥

                "Kenapa   kau   membantuku?"  Ify   berbisik  pelan   setelah mereka menjauh dari pasangan Alvin dan Pricilla.

                Gabriel tergelak dan kemudian melepaskan genggaman lengannya, "Aku melihat seorang perempuan yang hampir dipermalukan oleh kekasih yang dengki, dan aku merasa harus turun tangan untuk membantu." Kemudian lelaki itu mengulurkan tangannya,  "Kita  tidak  sempat  berkenalan tadi karena kau buru-buru kabur."

                "Oh." pipi Ify memerah, "Te...terima kasih atas bantuannya, aku..."

                "Kakak?" kali ini suara Keke yang menyela. Gabriel dan Ify menoleh serentak, dan berhadapan dengan Keke yang sedang bersama Deva.

                Keke tersenyum ceria ketika melihat Ify,   "Ah... Kulihat kakak sudah berkenalan dengan kak Ify, kakaknya Deva... Kak Ify ini kakakku yang kuceritakan ingin berkenalan."

                Sedikit terkejut atas informasi baru itu, Ify melirik ke arah Gabriel. Sekilas Ify menyadari rona wajah Gabriel yang hangat  berubah  menjadi  dingin.  Apakah  lelaki  itu  menjadi dingin ketika mengetahui bahwa Ify adalah kakak Gabriel? Ify masih ingat cerita Deva bahwa kakak Keke ini sangat mencurigai orang miskin sebagai pengincar harta mereka.

                Apakah kisahnya bersama Alvin akan   terulang pada Deva?   Dicemooh   dan   diremehkan   hanya   karena   mereka berasal dari keluarga sederhana?

                "Oh... Ini Deva yang kau ceritakan itu?" Gabriel berucap lambat-lambat dan kemudian membalas uluran tangan Deva, setelah selesai berjabat tangan, dia menoleh lagi kepada Ify, "Dan kau Ify, kakaknya Deva... Senang berkenalan denganmu." lelaki itu mengulurkan tangannya kepada Ify, dan mau tak mau Ify menerima uluran tangan itu.

                Seketika Gabriel menggenggam tangannya yang mungil itu dengan kuat dan dominan, seperti mengisyaratkan sesuatu.

                "Well,   sepertinya   kita   akan   banyak   bertemu   nanti Ify," gumamnya penuh arti.

                Nada   suaranya   ramah,   tetapi   entah   kenapa   Ify merasa ngeri. Membuat Ify bertanya-tanya apa yang ada di benak Gabriel sebenarnya.
                Mereka berdiri berempat sambil mengamati pesta. Keke dan Deva berpegangan tangan dengan penuh cinta, sementara Ify  berdiri dengan canggung di  sebelah Gabriel. Tiba-tiba musik lembut dansa dimainkan dan beberapa pasangan tampak turun ke lantai dansa, menikmati dansa romantis di antara kelap-kelip cahaya temaram dan suasana pesta yang elegan.

                Gabriel    menoleh    ke    arah    Ify   dan    memasang senyumnya yang paling manis, “Mau berdansa?”

                Ify    tertegun,    lalu    menggelengkan    kepalanya,

                “Tidak... Saya tidak bisa berdansa,” tolaknya cepat.

                Tetapi  Gabriel  menatapnya dengan  keras  kepala,  “Oh ayolah, aku akan mengajarimu. Lagipula kau tidak kasihan kepadaku,  aku  tidak  punya  pasangan  dansa.”  dan  sebelum Ify  bisa  menolak,  lelaki  itu  sudah  menariknya  ke  lantai dansa.

                Gabriel  bohong.  Dia  bisa  memilih  banyak  pasangan dansa  kalau  mau,  dilihat  dari  banyaknya  mata  yang memandang Ify dengan iri. Ify begitu gugup ketika Gabriel dengan tenang melingkarkan tangannya di pinggang Ify dan meletakkan tangan Ify di pundaknya. Lelaki itu membawa Ify melangkahkan kaki dengan lembut, mengikuti irama.

                “Lihat,  gampang  kan?”  bisiknya  sambil  tersenyum, menatap Ify dengan matanya yang tajam.

                Ify   memalingkan   muka   dengan   wajah   merah padam, tidak tahan ditatap seperti itu. Dia hanya menganggukkan kepalanya dan kemudian memusatkan perhatiannya kepada gerakan dansa mereka.
                Ketika  tanpa  sengaja  Ify  memutarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, matanya bertabrakan dengan mata Alvin, lelaki itu sedang berdansa dengan Pricilla yang sekarang berada dalam posisi membelakangi Ify, membuat Alvin leluasa menatap Ify.
                Ada sesuatu di tatapan mata Alvin itu, sesuatu yang mirip dengan penyesalan dan kepedihan... Membuat dada Ify terasa  sesak.  Dia  memalingkan  kepala,  dan  mencoba  untuk tidak menoleh ke arah Alvin lagi.

♥♥♥

                Seperti  biasa  Ify  melangkah  keluar  kelas  setelah memastikan semua muridnya benar-benar pulang dalam jemputan keluarga mereka.
                Taman kanak-kanak itu tampak lengang dan sepi. Yah biasanya yang membuat ramai adalah kehadiran murid-murid kecilnya yang berceloteh riang kesana kemari. Sekarang tinggal guru-guru yang sibuk merapikan barang-barang mereka di ruang guru.
                Ify mendesah dan mengambil tasnya lalu melangkah ke lorong TK itu, entah kenapa sejak pesta itu batinnya kembali terasa  sakit,  sakit  hati  yang  telah  coba  dilupakannya begitu lama. Sakit hati karena kepedihan ketika Alvin meninggalkannya dengan kejam, kini semua itu kembali lagi.
                Mungkin ini semua karena di pesta itu dia bertemu kembali secara langsung dengan Alvin, melihat langsung bagaimana Alvin sudah   melupakannya   dan   berbahagia dengan tunangannya.
Pernikahan mereka dua bulan lagi...
                Tiba-tiba saja batin Ify berdenyut dan terasa sakit. Kenapa hatinya sakit? Apakah dia masih menyimpan cinta itu kepada  Alvin?  Bahkan  setelah  dia  dicampakkan dan dikhianati sedemikian rupa?

                "Hati-hati, nanti kau tersandung."

                Suara maskulin itu tiba-tiba muncul, tak disangka- sangkanya. Begitu mengejutkan hingga Ify mengeluarkan suara  pekikan  kaget.  Dia  mendongak ke  arah  suara  itu  dan menemukan Gabriel,  kakak  Keke,  sedang  bersandar di  tiang lorong taman kanak-kanak itu, masih mengenakan setelan jas kantornya yang elegan.

                "Kenapa anda ada di sini?" tiba-tiba Ify merasa waspada.

Gabriel  tersenyum misterius.  "Ada  yang ingin kusampaikan kepadamu, kalau kau tidak sibuk."

                "Darimana anda tahu tempat saya bekerja?" kali ini perasaan Ify di dominasi oleh rasa curiga, jangan-jangan lelaki ini sudah membayar orang untuk menyelidiki Deva dan keluarganya.
               
                Gabriel  terkekeh  melihat tatapan  curiga  Ify,  "Jangan menatapku seperti itu, aku  tidak mengambil informasi lewat jalan belakang." dengan elegan dia mengangkat bahunya, "Aku
mendapat informasi dari Keke bahwa kau bekerja di sini, dia sering bercerita tentang Deva dan tentang kau."

                "Oh." Ify tercenung, "Apa yang ingin anda sampaikan kepada saya?"

                Mendengar pertanyaan Ify, tatapan Gabriel berubah serius,   "Mungkin kau bisa ikut aku ke suatu tempat untuk membicarakannya?'
                Alarm peringatan langsung berbunyi di benak Ify, mengingatkannya. Entah kenapa, meskipun tersenyum ramah, aura Gabriel tampak mendominasi dan menyimpan sesuatu yang misterius. Ify tidak mau pergi kemanapun dengan lelaki itu. "Kalau memang bisa kenapa tidak kita bicarakan di sini saja?"

                Gabriel menatap tajam, kemudian sekilas tampak geli melihat ketakutan Ify yang berusaha disembunyikannya dengan  baik.    "Oke  kalau  begitu,  meskipun  aku  sebenarnya ingin membicarakannya di tempat yang lebih pribadi.” Tatapannya   berubah   serius   dan   dalam   sekejap   auranya berubah  dingin,  "Begini  Nona  Ify, aku  ingin  menawarkan sejumlah uang kepada keluargamu supaya kalian semua menjauhi Keke."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar